Senin, 19 Maret 2012

Kemunafiqan, kehinaan, kemaksiatan bahkan mungkin kesyirikan menjadi fenomena biasa dalam jiwa-jiwa para pemusik dan pemirsa lagu...//**

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
Bismillaahirrohmaanirrohiim


Saudaraku…
Masing-masing bagian tubuh kita memiliki fungsi untuk mewujudkan nilai kemanusiaan kita di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan begitu seterusnya bagian tubuh kita yang lain. Tentu bagi sebuah telinga yang diciptakan untuk mendengar, tidak semua unsur-unsur yang didengarkan dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan atau nilai-nilai kemanusiaannya yang terhormat. Bahkan, mungkin dapat juga menghantarkan kepada kerendahan hewaniah atau lebih hina dari itu.

Salah satu unsur pendengaran yang – kita sadari atau tidak – dapat meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan kita yang terhormat adalah musik dan lagu. Allah Subhanahu wata’ala telah mengingatkan bahwa lagu merupakan salah satu sarana ke jalan kesesatan, hingga mengarah kepada penolakan kebenaran akan ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala yang amat agung. Hanya dengan suara gendang, seruling dan kata-kata yang mendesah manusia menjadi begitu angkuh kepada sang pencipta dan begitu menjadi hina ke lembah kehewanian.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan diantara manusia [ada] orang yang mempergunakan Lahwal hadits [perkataan tidak berguna] untuk menyesatkan [manusia] dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olok. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” [Qs. 31 : 6-7].
Al Wahidi dan lain-lain berkata,
“Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lahwal hadits adalah lagu atau nyanyian [al-ghina]. Hal itu dikatakan oleh Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas`ud, Mujahid dan Ikrimah”.
Abu Ash Shuhbah berkata,
Aku bertanya kepada Ibnu Mas`ud tentang firman Allah Swt.[Qs. Luqman : 6 – 7] maka beliau menjawab: “Demi Allah yang tidak ada Illah selain-Nya itulah lagu atau nyanyian.” Beliau mengulang-ngulangnya sebanyak tiga kali. Ibnu Abbas berkata: “Lahwal hadits adalah kebathilan dan lagu atau nyanyian.”
Ubidillah pernah bertanya kepada Qosim bin Muhammad : “Bagaimana pendapat anda tentang lagu/nyanyian ? Qosim menjawab: “Bathil”. Lalu Ubaidillah bertanya lagi: “Kalau aku sudah tahu itu sebuah kebathilan, maka bagaimana pendapat anda tentang dimana adanya ?” Qosim balik bertanya: “Dimana akan engkau lihat yang bathil”. Ubaidillah menjawab: “ Di dalam Neraka.” Maka Qosim berkata: “Begitulah lagu.”
Kemunafiqan, kehinaan, kemaksiatan bahkan mungkin kesyirikan menjadi fenomena biasa dalam jiwa-jiwa para pemusik dan pemirsa lagu. Hukum-hukum Allah seakan tak berharga sedikitpun dibandingkan goyang-goyang hewaniah yang dipertontonkan dan dijajakan hampir di setiap jalan dan lorong desa. Anak-anak, kaum wanita, kaum laki-laki sampai kepada kaum tua renta telah menjadi pemabuk dan tentara yang rela mati membela hak asasi kemaksiatan dan kehinaan hanya karena dibayar sebuah lagu dan musik yang melenakan.
Saudaraku…
Demikianlah semua nasehat Islam disampaikan kepada kita untuk mengingatkan akan besarnya bahaya lagu dan musik. Mendengarkan musik dan lagu tidak ada manfaatnya untuk jiwa atau mendatangkan kemaslahatan bagi kita, bahkan kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih banyak tidak terbayangkan dahsyatnya bagi manusia dan kemanusiaan. Lagu dan musik bagi jiwa ibarat arak yang memabukkan bagi tubuh, bahkan jauh lebih membahayakan. Maka, berusahalah sepenuh keyakinan dan kemampuan untuk berjuang meninggalkan semua yang tidak diridhai Allah tanpa ragu dan kecewa, Allah pasti menolong kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar