Ungkapan
"Tak ada noda tak belajar" sering diperdengarkan di TV lewat iklan
sabun deterjen. Kata-kata magis yang bisa menyihir siapa saja. Siapa pun
akhirnya bisa saja sepakat dengan ungkapan tersebut. Dan, bisa jadi,
orang-orang pun berlomba-lomba kena noda. Toh, biar pintar! Tak belajar
bila tak ada noda. Apa iya? Saya menangkap maksudnya adalah boleh saja
salah, tapi ambillah pelajaran dari kesalahan tersebut. Lantas benarkah
demikian adanya?
Saya
barangkali adalah manusia yang paling banyak salah. Dimulai dari salah
kecil, kemudian semakin besar. Lho, kenapa bisa begini? Apa saya tak
belajar dari kesalahan yang kecil? Saya berusaha untuk merenungi
kesalahan yang telah saya lakukan, tentunya bila saat itu saya menyadari
telah bersalah. Kenapa kesalahan itu bisa terjadi? Bagaimana rasanya
saat kesalahan itu menimpa saya? Apa dampaknya bagi kehidupan saya ke
depan? Tiap jawaban pada akhirnya melahirkan pelajaran-pelajaran yang
sangat berharga. Oh ya, memang benar, tak ada noda tak belajar, ada noda
saya belajar.
Namun,
belajar ternyata hanya satu proses kecil, proses yang akhirnya tak
berarti bila tak ada implementasinya. Pelajaran itu tinggal kenangan
bila tak diyakini dan dijalani dengan teguh. Pelajaran-pelajaran yang
menguap entah kemana. Kesalahan itu berulang. Malah, kesalahan semakin
membesar.
Dari
pengalaman saya, satu kesalahan yang pernah dilakukan menjadi
permakluman untuk kesalahan yang sama di kemudian hari. Kesalahan yang
sama tapi bisa jadi dengan skala yang besar. Apalagi jika kesalahan
tersebut tak mudah dimaafkan. Maaf yang saya maksud adalah memaafkan
diri sendiri. Keberanian kita untuk mengakui kesalahan dan memberinya
maaf. Ternyata ada satu hal penting lagi yang diperlukan untuk bisa
belajar dari salah. Mampukah saya memaafkan kesalahan itu? Karena jika
tidak, walau saya tahu pelajaran yang dipetik dari kesalahan itu, saya
tak akan sanggup menolak untuk mengulangnya. Akhirnya, terus-menerus
hidup dalam kesalahan. Karena saya tak termaafkan. Perasaan bersalah
yang selalu ada akan menyulitkan saya untuk bisa hidup dari
pelajaran-pelajaran itu.
Lalu,
bagaimana sebaiknya? Menurut saya, jika masih bisa untuk tetap "bersih"
tanpa noda, pertahankanlah! Itu sebaik-baiknya jalan untuk jauh dari
kesalahan. Pelajaran bisa diambil dari mana saja. Akan lebih berharga
apabila kita bisa belajar dari kesalahan orang lain. Dengan demikian,
kita akan lebih mudah menjaga diri untuk tetap "bersih". Sayang sekali,
saya baru menyadari hal ini sekarang. Saya telah banyak melakukan salah,
satu per satu saya coba maafkan diri saya. Sulit! Merasa masih dalam
lumpur salah, saya terus saja berkubang lumpur salah itu. Saya masih
terperangkap. Jika saya tak segera keluar, lumpur salah akan menghisap
saya semakin dalam. Dan saya tak akan keluar lagi darinya.
Catatan untuk anak-anakku kelak, "Nak, jika kau tak mampu memaafkan kesalahan yang kau perbuat, maka lebih baik kau belajar dari kesalahan orang lain. Percayalah, kau tak harus bernoda untuk bisa belajar."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar